I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kenaikan muka air
laut efek dari pemanasan global (global warming) merupakan salah satu tantangan
terbesar yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan hidup untuk jangka
panjang. Untuk membedakan kenaikan muka air laut akibat pasang atau pemanasan
global, beberapa ahli tetap memakai istilah sea level rise untuk menggambarkan
akibat kedua. Beberapa issue menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan yang
cukup signifikan pada muka air laut.
Studi
dampak kenaikan muka air laut (selanjutnya disebut dakmal) merupakan tema
penting untuk mengetahui sejauh mana dampak tersebut berpengaruh terutama di
kota-kota yang berbatasan langsung dengan laut atau kota lain yang tidak
langsung berhubungan dengan laut, seperti kawasan sepanjang sungai.
Seperti
yang telah ditentukan dalam tim bahwa asumsi dasar yang digunakan sebagai acuan
penelitian adalah kenaikan muka air laut setinggi satu meter. Meskipun waktu
kejadiannya belum dapat diperkirakan dengan pasti, tapi sangat penting untuk
mengetahui dampak apa yang mungkin terjadi sepanjang umur rencana suatu proyek
pembangunan. Perhitungan semua resiko yang akan terjadi direfleksikan dengan
memperhitungan semua fasilitas eksisting di kawasan pesisir. Studi ini juga
menjadi penting bagi pemerintah daerah bila menyadari semua kemungkinan
kerusakan yang akan ditimbulkan akan menata kawasan dan kegiatan perkotaannya
menjadi lebih “ramah” terhadap lingkungan.
Derajat
kerusakan yang ditimbulkan pada setiap kota mungkin akan berlainan tergantung
pada daya dukung kawasan atau kapasitas dari ekosistem pesisir dan lautan.
Perbedaan ini selain disebabkan karena kondisi agroekologis antar pulau yang
berbeda sehingga peluang pemanfatan kawasan pesisir berlainan, juga karena
kebijakan dan kosentrasi pelaksanaan pembangunan di setiap kawasan sangat
beragam.
Surabaya
sebagai kota yang terletak di tepi pantai dimana eksploitasi kawasan pesisir
dilakukan besar-besaran dapat menimbulkan tingkat kerusakan berganda. Pemikiran
ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa perusakan ekosistem pesisir akan
memperburuk daya dukung kawasan pesisir yang secara alami sudah sangat rentan
terhadap kerusakan akibat perubahan lingkungan dan bencana alam.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud
dari studi dampak kenaikan muka air laut pada kota-kota pantai adalah untuk
melakukan investigasi lapangan untuk memperjelas adanya dampak yang telah
terjadi dan memperkirakan kemungkinan dampak di masa mendatang sebagai akibat
meningkatnya muka air laut pada kawasan perkotaan di pinggir pantai.
Tujuan
dari studi ini dilakukan untuk membentuk pusat basis data yang berguna dalam
mengidentifikasi kerugian dan permasalahan aspek fisik dan sosial pada kawasan
permukiman perkotaan akibat kenaikan muka air laut.
1.3 Lingkup aktivitas
Sesuai
dengan maksud dari studi ini maka aktivitas yang dilakukan adalah
(1)
mengindentifikasi semua permasalahan
yang akan terjadi pada aspek fisik dan sosial pada kawasan studi apabila sea
level rise terjadi
(2)
identifikasi tipologi kawasan perkotaan
yang meliputi peta penggunaan lahan
(3)
identifikasi kondisi geomorfologi
melalui pemetaan atau foto udara jika ada
(4)
evaluasi aset dan kerusakan-kerusakan
pada suatu bangunan dengan mengidentifikasi jenis kerusakan-kerusakan yang
pernah terjadi akibat terjadinya genangan air
(5)
peta kontur untuk memetakan ketinggian
lahan terhadp permukaan laut
1.4 Metodologi
1.4.1 Metodologi teoritis
Metodologi
pendekatan di dalam studi dakmal terhadap kawasan kota Surabaya secara umum dan
teoritis dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)
Studi Literatur
Studi
ini dilakukan untuk memahami keterkaitan antara dakmal terhadap semua kegiatan
perkotaan di kawasan pesisir. Keterkaitan tersebut meliputi aspek pemahaman
terhadap kondisi eksisting kawasan pesisir, baik kondisi lingkungan, kondisi
fisik seperti penggunaan lahan, fasilitas sosial dan umum, fasilitas penunjang
kehidupan (lifeline) seperti jaringan listrik, jaringan jalan, jaringan
telekomunikasi, dsb. Di samping itu studi literatur juga dilakukan untuk
mengkaji studi-studi yang telah dilakukan pad masa lalu yang materinya
berkaitan dengan kawasan pesisir. Beberapa studi maupun hasil perencanaan
pembangunan yang perlu dikaji antara lain;
(a)
Perencanaan pengaruh kegiatan daratan
terhadap kawasan pesisir dan lautan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(b)
Studi potensi kawasan pesisir di
Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(c)
Penyusunan Masterplan Drainage di Kota
Surabaya
2)
Investarisasi Data
Dalam
proses investarisasi data, beberapa jenis data yang dikumpulkan ada yang
terkait dengan proses deskripsi/pemaparan kondisi kegiatan perkotaan yang ada
di darat dan ada pula yang terkait dengan proses analisis studi. Data-data
tersebut antara lain adalah
(a)
data lapangan
·
adaptasi fisik dan non fisik masyarakat
setempat dalam menangani masalah naiknya muka air laut
·
kualitas dan kuantitas semua fasilitas
yang rentan terhadap dakmal
·
identifikasi tipologi bangunan
·
daftar jenis dan tingkat masalah maupun
kerusakan akibat kenaikan muka air laut
·
korelasi antara peningkatan muka air
laut terhadap kehilangan aset
(b)
data instasional
·
penggunaan lahan (luas dan penyebaran)
·
kependudukan
·
geomorfologi
·
batas administrasi unit analisa
·
topografi
Selain itu dalam invetarisasi data juga
dilakukan wawancara dengan tokoh utama masyarakat ataupun yang mewakili untuk
menggambarkan kondisi lingkungan yang terjadi di lapangan dengan unit anilisa
yang lebih kecil yaitu satu RT (Rukun Tetangga). Metoda ini dilakukan walaupun
tidak terkait langsung dengan Dakmal tetapi adapatasi masyarakat setempat
terhadap suatu bencana dan tingkat kerusakan yang pernah terjadi dapat menjadi
gambaran dasar tentang adanya fenomewa kenaikan muka air laut.
3)
Analisa data
Proses
analisa menggunakan metoda korelasi untuk memperkirakan bagaimana kenaikan muka
air laut berdampak terhadap kegiatan perkotaan di wilayah daratan. Beberapa
variabel yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda korelasi antara lain:
(i)
variabel penggunaan lahan
(ii)
variabel kependudukan
(iii)
variabel lingkungan dengan melihat
kualitas air tanah maupun air permukaan dan kondisi salinitasnya
(iv)
variabel non-fisik seperti kondisi
sosial ekonomi, kesehatan lingkungan dan adaptasi masyarakat
Korelasi
antara variabel-variabel di atas digunakan untuk menggambarkan kondisi
eksisting dari suatu unit analisa.
1.4.2 Metodologi Teknis- Aplikatif
Metodologi
teknis-aplikatif lebih terkait dengan cara-cara dan prosedur yang lebih
terperinci dan detail dalam menggambarkan kondisi eksisting dari suatu kawasan
unit analisa. Adapun metodologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan
data-data sekunder. Meskipun analisa yang dilakukan kurang mewakili kondisi
eksisting karena terkait langsung dengan kelengkapan data dan studi-studi yang
ada serta keterbatasan waktu survey, tetapi gambaran awal mengenai semua dakmal
akan menjadi jelas.
a.
Pembuatan peta dari unit analisa.
Pembuatan peta unit analisa dilakukan melalui proses inventarisasi terhadap
dokumen-dokumen dan peta yang ada, baik peta geologi, topografi dan peta-peta
dasar lainnya.
b.
Penggambaran peta penggunaan lahan.
Data dari berbagai sumber yang ada digambarkan peta penggunaan lahan eksisting
pda kawasan studi.
c.
Pembatasan wilayah studi. Wilayah
pengaruh dakmal dalam jangka panjang kemungkinan bisa mencakup seluruh areal
kota. Tetapi pembatasan wilayah dalam unit analisa perlu dilakukan agar
penjabaran masalah dakmal dapat teridentifikasi lebih detail.
2.
GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI
2.1 Gambaran umum Kota Surabaya
Kotamadaya
Daerah Tingkat II Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur yang terletak
di tepi pantai antara pulau Jawa, yang merupakan bagian dari daerah Otonom
Tingkat I Jawa Timur. Secara administratif batas wilayah Kotamdaya Daerah
Tingkat II Surabaya adalah:
·
sebelah utara : Selat Madura dan Kabupaten Bangkalan
·
sebelah timur : Selat Madura
·
sebelah selatan : Kabupaten Sidoarjo
·
sebelah barat : Kabupaten Gresik
Daerah ini secara astronomis berada di
Garis Lintang Selatan dan Bujur Timur antara 7°12’ s.d 7°21’ lintang Selatan dan 112°36’
s.d 127°54’
Bujur Timur.
Wilayah
kotamadya Surabaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 3-6 meter di atas permukaan laut. Adapun daerah perbukitan
ada di bagian barat daya kota yaitu di Bukit Lidah dan Bukit Gayungan dengan
ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kotamadya daerah
Tingkat II Surabaya adalah 32.639 Ha yang terbagi dalam lima wilayah pembatu
walikota, 28 wilayah kecamatan dan 163 desa/kelurahan.
Dengan melihat kondisi topografis di
Surabaya maka dakmal di kota Surabaya secara langsung akan berpengaruh pada
wilayah dataran rendah yang berada di kawasan pesisir. Oleh sebab itu batasan
wilayah yang akan diuraikan lebih lanjut lebih difokuskan pada daerah-daerah
yang terletak di kawasan pesisir. Batasan fisik kawasan pesisir sebagai unit
analisa disesuai dengan definisi kawasan pesisir yang digunakan dalam studi
oleh Pemda Surabaya. Pengertian wilayah pesisir diberikan batasan sebagai suatu
daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh
sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut ayng
dicirikan oleh vegetasinya yang khas.
Berdasarkan
definisi tersebut batasan pesisir yang digunakan oleh Pemda Surabaya terletak
di antara batas barat Kotamadya Surabaya sampai batas kawasan Pelabuhan Tanjung
perak dan kawasan sebelah timur sampai dengan batas dengan Kabupaten Sidoarjo.
Kawasan pesisir ini meliputi 9 kecamatan dan 17 kelurahan.
Kecamatan
|
Kelurahan
|
Benowo
|
Romo Kalisari dan Tambak Oso Wilangun
|
Asemrowo
|
Tambak Langen, Greges dan Kalianget
|
Krembangan
|
Morokrembangan dan Peak Barat
|
Semampir
|
Ujung
|
Pabean Cantikan
|
Perak Utara dan Perak Timur
|
Sukolilo
|
Keputih
|
Mulyorejo
|
Dukuh Sutorejo, Kalisari dan Kejawen
Putih Tambak
|
Rungkut
|
Medokan Ayu dan Wonorejo
|
Gunung Anyar
|
Gunung Anyar Tambak
|
2.2 Penggunaan tanah
Di
Kotamdaya Surabaya belum semua penggunaan tanahnya bersifat urban. Masih banyak
dijumpai penggunaan tanah yang bersifat rural yaitu dengan jenis penggunaan
tanah untuk sawah, tegalan, tambak atau hutan pantai. Jenis penggunaan tanah
ini banyak dijumpai di daerah pinggiran kota Surabaya yaitu bagian barat, barat
daya dan timur kota.
Ditinjau secara keseluruhan sebagain
besar penggunaan tanah untuk perumahan yaitu seluas 12.474,42 Ha atau 38,89%,
sedangkan peruntukkan laun yaitu 20,02% untuk sawah, 19,98% untuk tambak dan
sisanya diperuntukkan untuk kebutuhan lain seperti industr, gudang, tegalan dan
sebagainya.
Jika
ditinjau dari wilayah pembantu Walikota untuk WIlayah Surabaya Timur sebagian
besar tanahnya masih diperuntukkan untuk sawah, tambak ataupun kawasan pantai
(52,07%). Sedangkan Wilayah Surabaya barat peruntukkan lahannya masih
didominasi oleh tambak, tambak garam tepatnya di daerah pantai Utara, khususnya
kecamatan tandes dan Benowo yang mencapai kurang lebih 50% dari luas lahannya.
Prasarana
perkotaan yang ada pada kawasan pesisir meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas
kebudayaan dan rekreasi, serta ruang terbuka hijau.
2.3 Iklim dan Curah Hujan
Sebagaimana
kota di daerah tropis, Surabaya mempunyai dua musim yang berbeda yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Musim hujan biasanya jatuh pada bulan Nopember-April dan
musim kemarau pada bulan Juli – Oktober, sedangkan pad abulan Mei – Juni dan
Oktober- Nopember merupakan bulan peralihan.
Keadaan
temparatur di Surabaya berkisar antara 22,7 – 33,7 °C
dengan kelembaban udara maksimum mencapai 97% dan tekanan udara 1014,8 Mbs.
Arah
angin di Surabaya selama periode 10 tahun mempunyai kecenderungan ke arah Barat
pada bulan Desember-Pebruari dan ke arah Timur pada bulan Mei-oktober, sedang
pada bulan lainnya berubah-ubah arah.
Dari
hasil pembacaan curah hujan pada 10 stasiun penakar hujan yang dikelola oleh
Badan Metereologi dan Geofisika serta Dinas Pekerjaan Umum-Pengairan Brantas
Surabaya menujukkan bahwa curah hujan maksimum yang terjadi selama 1980-1990
adalah sbb:
Tahun
|
1981
|
1982
|
1983
|
1984
|
1985
|
1986
|
1987
|
1988
|
1989
|
1990
|
Rata-rata (mm)
|
105.37
|
97.47
|
101.61
|
107.90
|
109.80
|
97.74
|
90.70
|
89.30
|
101.38
|
79.40
|
Sumber: Dinas PU Pengairan Daerah brantas Surabaya
|
2.4 Kependudukan
Sebagai
ibukota Jawa Timur, Surabaya merupakan pusat kegiatan pemerintah, industri dan
berbagai kegiatan bisnis yang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat
untuk bertempat tinggal. Jumlah penduduk
hasil registrasi tahun 1994 sekitar 2,3 juta. Seperti keaddan kota pada
umumnya, kepadatan penduduk terpusat pada pusat kota. Kecamatan yang ada di kawasan pesisir mempunyai
kepadatan cukup rendah, terendah adalah 8 jiwa/ha.
Pertumbuhan
penduduk rata adalah 0,96% pertahun terhitung sejak tahun 1983.
Kecamatan-kecamatan pesisir mempunyai pertumbuhan cukup tinggi dibandi
kecamatan di wilayah lain. Pembangunan yang pesat di pusat kota membutuhkan
lahan luas yang mengakibatkan penduduk berpindah ke daerah penggir yang masih
mempunyai lahan kosong.
Mata pencaharian masyarakat di kawasan
pesisir mempunyai sumber nafkah utama di
sektor perikanan laut, yaitu sebagai nelayan laut, tambak ikan/udang, tambak
garam dan persewaan perahu. Faktor modal dan ketrampilan yang terbatas
merupakan kendala dalam mengembangkan usahanya. Selain itu lahan yang semkin
sempit untuk usaha tambak juga mulai dikeluhkan sebagian masyarakat.
Kelompok
masyarakat ini diklasifikasikan sebagai masyakat berpenghasilan rendah dimana
pendapatan rata-rata setiap bulan sekitar Rp.150.000,- s.d Rp.450.000,-
(Laporan Pemda Surabaya, 1996) hanya cukup untuk kebutuhan pokok sandang,
pangan, papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan keluarga.
3.
GEOMORFOLOGI
3.1 Topografi
Dengan
luas lahan 32.639 Ha, wilayah dengan luas 25.919,04 Ha atau 80,72% dari luas
tanah total merupakan wilayah dataran rendah dengan ketingian antara –0,5 – 5 m
SHVP atau 3 – 8 m LWS. Peningkatan titik kontrool vertikal diambil dari titik I
BPP Tanjung Perak dengan tinggi 3,6073 m terhadap ARP (Air Rendah
Perbani/Purnama). Pada Gambar 3 memperlihat garis kontur dari kawasan pesisir.
3.2 Morfologi
Daerah
tingkat II Surabaya didominasi oleh dataran rendah, yaitu sekitar 80% dari luas
daerah. Sedangkan sisanya sekitar 20% merupakan daerah perbukitan dengan
gelombang rendah.
Wilayah
dataran rendah meliputi wilayah-wilayah Surabaya Timur, Surabaya Utara, dan
sebagian dari wilayah Surabaya Selatan. Dataran rendah tersebut terletak pada
ketinggian <10 m dari permukaan laut dan mempunyai kemiringan permukaan
sebesar <3%. Dataran rendah terbentuk oleh endapan alluvial yang terdiri
dari endapan sungai dan endapan pantai. Endapan sungai merupakan endapan sungai
Brantas serta cabang-cangan sungainya dan endapan sungai Rowo. Endapan sungai
umumnya berukuran pasir (0,075 mm s.d 2 mm) Bagian timur dan utara sampai
sepanjang Selat Madura dibentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan
sampai lebih kurang 5 km. Endapan pantai tersebut terdiri dari lempung, lanau
dan lempung kelanauan; sisipan tipis atau lensa yang pada umunya mengandung
banyak kepingan kerang di beberapa tempat.
Wilayah
penyebaran daerah perbukitan bergelombang rendah meliputi daerah Lakarsanti dan
Kematan Karangpilang. Ketinggian wilayah perbukitan bergelombang rendah
mencapai kurang lebih 30 meter dari permukaan laut dan kemiringan permukaan
sebesar 5-15 %.
3.3 Geologi
Secara
geologis daerah Kotamadya Surabaya terbentuk atas 4 jenis batuan yang pada
dasarnya merupakan tanah liat atau pasir. Kondisi tanah di Kotamadya Surabaya
sebagian besar berupa tanah alluvial yang terjadi oleh endapan sungai atau
endapan pantai yang umumnya sangat subur dan cocok untuk daerah pertanian. Pada
sisi barat kota, tepatnya di daerah perbukitan tanah mengandung kadar kapur
yang tinggi dan kurang baik untuk pertanian
Studi geologis yang dilakukan Direktorat
Geologi Bandung tentang daya dukung tanah mengemukankan bahwa:
(1)
Susunan tanah di Surabaya tidak merata
atau tidak sejenis dan mempunyai daya dukung tanah yang berbeda-beda
(2)
Di bagian kota lama, yaitu
kecamatan-kecamatan Wonokromo, Sawahan, Genteng, Tegalsari, Gubeng, Tambaksari,
Simokerto, Semampir, Pabean Cantikan, Krembangan dan Bubutan, tebal permukaan
tanahnya adalah 10-18 meter dan terletak di atas dasar tanah liat. dan pondasi
bangunan tinggi harus mencapai kedalaman 25-30 meter.
(3)
Di daerah perbukitan, yaitu sebelah
barat kota kebanyakan merupakan tanah liat dan kedalaman pondasi yang
dibutuhkan adalah 4-10 meter.
Jenis tanah yang ditemui di daerah
Kotamadya Surabaya adalah lempung, lempung berlanau, lempung berlanau berpasir,
pasir dan pasir berlempung berkerang
3.4 Kemampuan tanah
Dalam
menganalisa kemampuan tanah untuk mendukung bangunan di atasnya perlu dilihat
dari unsur-unsur yang sangat berpengaruh yaitu;
·
Tekstur tanah yang ditentuukan
berdasrkan fraksi-fraksi butiran tanah. Tektur tanah Wilayah Kotamadya Surabaya
tergolong pada daerah yang mempunyai tekstur halus
·
Kedalaman tanah efektif yaitu tebal
lapisan tanah dari permukaan tanah sampai suatu lapisan dimana akar tanaman
tidak menembus. Berdasarkan kedalaman efektif tanah sekitar 98% kedalaman
efektif tanah lebih dari 90 cm sedangkan sisanya sekitar 13% mempunyai
kedalaman 60-90 cm.
·
Lereng dimana sudut yang dibentuk oleh
permukaan tanah dengan bidang horisontal diperlihatkan bahwa sekitar 87%
mempunyai kemiringan lereng sebesar 0-2% sehingga kecepatan aliran air
permukaan rendah.
·
Erosi yang merupakan pengkikisan
permukaan tanah oleh aliran air permukaan tidak ditemui di Surabaya karena
sebagian besar merupakan dataran rendah, kecuali di daerah perbukitan
·
Untuk kondisi drainase yang ditunjukkan
dengan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap kandungan air dibagi menjadi
tiga klasifikasi yaitu daerah yang tidak pernah tergenang, tergenang periodik
dan tergenang terus menerus.
3.5 Kondisi air tanah
Dilihat
dari parameter fisik dan kimia, air tanah yang dianalisis dari kawasan pesisir
Katamadya Surabaya tiak memenuhi syarat sebagai air bersih yang digunakan
sebagai air minum. Menurut hasil studi Dinas Pertambangan daerah Surabaya,
debit tanah di Surabaya dibedakan menjadi 4 wilayah yang dibedakan berdarkan
jenis tanah
Jenis tanah
|
Debit tanah
|
|
m3/hari
|
m3/tahun
|
|
alluvial Hidromorf
|
1427,785
|
521.141,53
|
alluvial kelabu
|
1824,46
|
885.927,9
|
alluvial kelabu tua
|
6124,896
|
2.235.587,04
|
grumusol kelabu tua
|
2408,04
|
678.934,6
|
Berdasarkan kondisi geohidrologi, kota
Surabaya dibedakan dalam 4 zona yaitu
(1)
Zona air tanah tawar. Daerah ini
termasuk zona pengambilan air tanah intensif yang dikembangkan terbatas untuk
kebutuhan air minum, kegiatan jasa atau permukiman, serta tiak disarankan untuk
dikembangkan dengan kegiatan yang memerlukan air tanah cukup besar.
(2)
Zona ait tanah tawar yang berpotensi
rendah. Di daerah ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum rumah tangga
dan disesuaikan dengan kebuthan pengembangan permukiman.
(3)
Zona air tanah agak payau/ agak asin
berpotensi potensi sedang. Pada derah dengan zona demikian pengambilan air
tanah perlu pengendalian, agar daerah ini tidak menjadi lebih payau.
(4)
Zona air tanah agak payau/ agak asin
berpotensi potensi rendah. Daerah ini pemanfaatan air tanahnya sesuai untuk
kebutuhan rumah tangga kecuali untuk air minum. Penggunaan air tanah pad zona
ini terbatas pada keperluan yang tidak memerlukan persyaratan.
(5)
Zona air tanah payau/asin
3.6 Kondisi air permukaan dan intrusi air laut
Sebagian
besar kondisi air tawar di Surabaya telah tercemar oleh intrusi air laut maupun
kadar garam tinggi hasil sedimentasi. Kadar garam tinggi tidak hanya tersebar
di kawasan dekat pantai saja, tetapi sudah tersebar pula sampai jauh ke arah
pedalaman.
Dari
hasil uji pada 83 titik sampel air tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan
daerah Surabaya tahun 1996 menunjukkan bahwa luas kawasan intrusi air laut
wilayahnya justru lebih besar dibanding kawasan yang belum terintrusi, sebagian
besar barat laut, utara, timur dan barat daya kota Surabaya sedah mengalami
intrusi air laut. Selain itu sebagian kawasan tengah dan selatan Surabaya kadar
garamnya cukup tinggi juga. Hal ini kemungkinan disebabkan karena hasil
sedimentasi (connate water) atau intrusi air.
Luas
wilayah yang kadar garamnya melampaui standar ir minum adalah 22.814 Ha atau
78,54%, sedangkan luas wilayah yang airnya masih tawar seluas 6.235 Ha atau
21,46%. Data tersebut menunjukkan bahwa penataan ruang di kota Surabaya perlu
diperhatikan mengingat perkembangan kota Surabaya semakin pesat.
Proses intrusi air laut terjadi melalui
tia cara yaitu:
a)
pergeseran batas air laut dan air tawar
(interface) di daerah pantai. Pergesaran ini terjadi darena pengambilan air
tanah berlebihan sehingga menurunkan muka air tanah.
b)
pemompaan air tanah semi tertekan yang
berlebihan di daratan. Akibat pemompaan yang berlebihan air yang tersedot bukan
bukan air tawar lagi tetapi air asin. Akibatnya air asin yang tersedot akan
menyebar dan mencemari air tanah bebas di sekitar pemompaan.
c)
intrusi melalui muara sungai. Intrusi
air laut pada air sungai menyebabkan air berkadar garam tinggi ini bergerak dan
mengisi air tanah disekitarnya. Akibatnya air tanah di sekitar sungai berkadar
garam tinggi juga.
d)
Di beberapa daerah mempunyai kadar
garam tinggi akibat dari hasil sedimentasi laut
4.
KAWASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Krembangan
Untuk
unit analisa studi yang lebih kecil yaitu satu kecamatan telah dipilih
Kecamatan Krembangan, dimana bagian dalam wilayah kecamatannya meliputi wilayah
daratan dan wilayah air. Secara adminitrasi di bawah Kec. Krembangan termasuk
wilayah Surabaya Utara terdiri dari 5 kelurahan, 48 RW dan 393 RT. Lima
kelurahan yang masuk dalam Kec. Krembangan adalah Krembangan Selatan,
Kemayoran, Perak Barat, Dupak dan Morokrembangan. Secara adminitrasi Kec.
Krembangan berbatasan dengan
Selat
Madura di bagian utara
Kec.
Asemrowo di bagian barat
Kec.
Pabean Cantikan di sebelah timur
Kec.
Bubutan di sebelah selatan
Seperti telah diulas di depan bahwa
untuk Kec. Krembangan wilayah yang termasuk dalam kawasan pesisir hanya seluas
806,80 Ha yang meliputi dua kelurahan yaitu Kel. Morokrembangan Dan Kel. Perak
Barat.
Topografi Kec. Krembangan berada di wilayah dataran
rendah dengan elevasi <10 m dengan kemiringan lereng 0-2%.
Morfologi Kec. Krembangan merupakan dataran rendah yang
terbentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan sampai 5 km. Untuk kondisi
tanah berupa tanah alluvial yang terjadi oleh endapan sungai atau endapan
pantai umumnya sangat subur sehingga sangat cocok untuk daerah pertanian. Jenis
tanah yang membentuk kawasan Kec. Krembangan meliputi tanah pasir berkerang dan
tanah pasir tupaan.
Dari
hasil studi Direktorat Geologi Bandung tahun 1971, sifat-sifat tanah di Kec.
Krembangan dalam mendukung keseimbangan tanah dan kedalaman pondasi yang
diperlukan jika akan membangun suatu gedung adalah sebagai berikut
Kedalaman
litologi di bawah tanah
|
Endapan alluvial pondasi (Qap)
|
0
s.d 20 m
|
Endapan alluvial lembah (Qal)
|
-----
|
|
lapisan tanah liat atas (La)
|
-
20 m lebih
|
|
Lapisan pasir (Pt)
|
-----
|
|
Lapisan tanah liat bawah (Lb)
|
-----
|
|
Air
tanah permukaan
|
Muka air tanah
|
-2
s.d –3 m
|
Debit
|
0,10
liter/det
|
|
Air tanah artesis
|
-----
|
|
Kualitas air
|
payau
s.d asin
|
|
Sumber: Peta Geolgi Tata Kota (Soeharto W.
1986)
|
Dari data yang ada di kawasan pesisir
kota Surabaya, untuk Kec. Krembangan mempunyai kemampuan tanah sbb:
Kondisi kelerengan
|
0 – 2 %
|
Kondisi kedalaman efektif
|
90 cm
|
Kondisi tekstur tanah
|
Halus
|
Kondisi drainase
|
Tidak tergenang 703,35 Ha
Tergenang periodik 18,49 Ha
Selalu tergenang 84,96 Ha
|
Kondisi erodibilitas
|
Tererosi
|
Kondisi salinitas
|
Air tanah asin
|
Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994
|
Dari hasil studi pembuatan peta
geoteknik Kodya Surabaya mengenai kondisi air tanah untuk Kec. Krembangan
diperoleh dengan mengambil sampel 4 titik lokasi. Hasil penyelidikan menujukkan
bahwa kedalaman muka air tanah berada pada –0,5 s.d –1,30 m. Sedangkan dari
pemetaan zone geohidrologi sebagian besar di wilayah Kec. Krembangan merupakan
zona air tanah payau /agak asin berpotensi rendah dimana pemanfaatan air
tanahnya sesuai untuk kebutuhan rumah tangga kecuali untuk air minum.
Informasi mengenai kependuduk di Kec.
krembangan, hasil regritasi perkembangan jumlah penduduk adalah sebagai
berikut:
Kecamatan
|
Krembangan
|
|||||
Luas wilayah
|
834,13 Ha
|
|||||
Jumlah Penduduk
(jiwa)
|
1990
|
1991
|
1992
|
1993
|
1994
|
1995
|
115.602
|
115.529
|
116.402
|
117.215
|
117.906
|
118.871
|
|
Laju pertumbuhan penduduk
|
0,47 %
|
|||||
Kepadatan penduduk
|
147 (tahun 1995)
|
|||||
Sumber:
Surabaya Dalam Angka Tahun 1994
|
Perbandingan penduduk wanita dan pria
untuk tahun 1994 bahwa pria 58.612 jiwa dan wanita 59.294 jiwa.
5.2 Penggunaan lahan
Luas
dan sebaran dari masing-masing jenis penggunaan tanah untuk Kec. Krembangan
adalah sebagai berikut:
Jenis
penggunaan tanah
|
Luas
lahan
|
|
Ha
|
%
|
|
Perumahan,
Emplasemen, Kuburan
|
596,40
|
73,92
|
Perkantoran,
Perdagangan, Jasa
|
5,76
|
0,71
|
Perusahan,
Industri, Gudang
|
21,60
|
2,68
|
Tanah
sudah diperuntukkan
|
57,60
|
7,14
|
Sawah
|
---
|
---
|
Tegalan
|
---
|
---
|
Tambak,
Penggaraman, Waduk
|
95,20
|
11,80
|
Hutan,
Rawa, Pantai
|
20,16
|
2,50
|
Lain-lain
(jalan, sungai, saluran air)
|
10,08
|
1,25
|
Jumlah
|
806,80
|
100
|
Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994
|
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa
penggunaan lahan di wilayah Kec. Krembangan didominasi untuk perumahan seluas
73,92% dan tambak seluas 11,80%.
4.3 Prasarana Perkotaan
Prasarana
perkotaan yang akan diuraikan meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan, fasilitas rekreasi dan
ruang terbuka.
Fasilitas
pendidikan
Tingkat pendidikan
|
Jumlah
|
|
TK
|
52
|
|
SD
|
Negeri
|
25
|
Swasta
|
27
|
|
Madrasah Ibtidaiyah
|
6
|
|
SMP
|
Negeri
|
4
|
Swasta
|
18
|
|
Madrasah Tsanawiyah
|
2
|
|
SMU
|
Negeri
|
0
|
Swasta
|
12
|
|
Madrasah Aliyah
|
0
|
|
Jumlah
|
146
|
|
Sumber: Surabaya dalam Angka tahun 1994
|
Fasilitas Peribadatan
Sarana
peribadatan terdiri dari mesjid, mushola, gereja katolik, gereja kristen, pura
dan vihara. Jumlah sarana peribadatan yang ada sangat terkait dengan jumlah
pemeluk agamanya.
Masjid
|
27
|
Mushola
|
65
|
Gereja katolik
|
1
|
Gereja kristen
|
11
|
Pura
|
1
|
Jumlah
|
105
|
Sumber: Surabaya dalam angka tahun
1994
|
Fasilitas Kesehatan
Dari
laporan yang tertera pada Surabaya Dalam Angka tahun 1994 menunjukkan bahwa
pelayanan fasilitas kesehatan secara umum merata di seluruh wilayah Surabaya
termasuk di kawasan pesisir. Khusus untuk wilayah Kec. Krembangan Puskesmas
disebutkan bahwa ada 2 buah dengan dokter umum 3 orang, dokter gigi 3 orang,
bidan 7orang, perawat 7 orang dan lainnya 32 orang.
Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Perdagangan
adalah usaha melakukan penjualan kembali barang-barang baru maupun bekas tanpa
mengalami perubahan teknis. Usaha dagang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a)
Perdagangan besar yaitu usaha dagang
dalam partai besar kepada pedagang eceran, industri, kantor restoran dan
sebagainya.
b)
Perdagangan eceran merupakan usaha
perdagangan dalam partai kecil yang umumnya langsung kepda konsumen.
Perusahaan dagang pasar di kawasan Kec.
Krembangan menurut data pada Surabaya Dalam Angka tahun 1994 bahawa jumlah
pasar ada 6 buah dengan kondisi baik 1 buah, sedang 2 buah dan kondisi cukup 3
buah. Luas lahan total yang digunakan untuk pasar seluas 0,66 Ha dengan jumlah
pedagang 925.
Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi
Jenis rekreasi yang ada di wilayah
Surabaya dibedakan menjadi
·
Rekreasi alam; misalnya pantai
·
Rekreasi flora, fauna; misal kebun
binatang, taman
·
Rekreasi seni budaya tradisonal; misal
THR, musium
·
Rekreasi seni budaya modern; misal
bioskop
·
Rekreasi relaksasi; misal diskotik,
karaoke
Kehadiran plaza dan mall dapat
diindikasikan sebagai fasilitas rekreasi yang murah dan nyaman. Disamping itu
beberapa lokasi dimana pernah terjadi peristiwa sejarah juga merupakan tempat
yang potensial sebagai tujuan rekreasi.
Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994
menyebutkan bahwa jumlah hotel ada 2 buah dengan jumlah kamar 114 dan fasilitas
olahraga ada 3 menempati areal seluas 29,393 m2.
Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan ruang terbuka hijau sangat
penting di kawasan perkotaan yang kegiatan lalulintas dan permukimannya sangat
padat. Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994 menyebutkan bahwa untuk Kec.
Krembangan taman/ jalur hijau berjumlah 5 dengan luas areal 90.919 m2
dan lapangan olah raga berjumlah 3 meliputi areal seluas 29.393 m2,
serta makam ada 1 tempat.
5.
TIPOLOGI BANGUNAN
Untuk pembahasan tipologi bangunan dari
dua Kelurahan yang berada di kawasan pesisir dalam Kec. krembangan dipilih Kel.
Morokrembangan yang terdiri dari 8 RW dan 88 RT yang menempati areal seluas
317,10 Ha atau sekitar 38% dari total area Kec. Krembangan. Batas adminitrasi
dari Kel. Morokrembangan adalah:
Sebelah
utara : Selat Madura
Sebelah
selatan : Kel. Dupak dan Kel. Jepara
Sebelah
Barat : Kel. Genteng Kec. Asemrowo
Sebelah
timur : Kel. Kemayoran
Jumlah penduduk di Kel.
Morokrembangan menurut Monografi tahun
2000 tercatat 31.548 jiwa yang meliputi 50,8% laki-laki dan 49,2% wanita. Dari
jumlah penduduk tersebut terdiri dari 5.863 Kepala Keluarga dengan kepadatan
penduduk sekitar 99 jiwa/Ha.
Jumlah penduduk untuk setiap jenis mata
pencahariannya adalah :
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
Karyawan
|
3.240
|
Wiraswasta
|
2.480
|
Pertukangan
|
3.167
|
Pensiunan
|
741
|
Nelayan
|
186
|
Sumber: Monografi Kel. Morokrembangan 2000
|
5.1 Pola Pengelompokkan Bangunan
Di
wilayah Kel. Morokrembangan peruntukan lahannya didominasi untuk perumahan.
Jenis bangunan yang tercatat di Kel. Morokrembangan berfungsi sebagai rumah
tinggal dengan jenis konstruksi sebagai berikut:
Rumah
permanen ada 6.631 buah atau 42%
Rumah
semi permanen ada 5.014 buah atau 32%
Rumah
non permanen ada 4.112 buah atau 26%
Lokasi perumahan terletak di darat
dengan memanfaatkan lahan-lahan mulai dari daerah sepanjang bantaran sungai
atau sepanjang pesisir sampai yang lebih ke darat. Gambaran detail yang
diperoleh di lapangan untuk menjelaskan tipologi bangunan diambil di Rw 8 yang
terletak di bagian utara dari Kel. Morokrembangan, dimana mayoritas penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan atau buruh pabrik.
Pada
kawasan in pengelompokkan rumah cukup tertata rapi yang ditunjang baik oleh
sarana jalan penghubung maupun saluran drainase.
Kebutuhan air bersih sudah terlayani
dengan jaringan air dari PDAM meskipun tidak semua rumah mempunyai sambungan
langsung.
Tipe
bangunan rumah yang berada di RW 8 sebenarnya merupakan rumah tunggal yang
tidak bertingkat. Akan tetapi jarak antar rumah sangat berdekatan dan bahkan
cenderung berdempetan. Konstruksi
bangunan adalah bangunan permanen dengan sistem struktur dari beton, dinding
dari pasangan bata, atap genteng dan lantai bervariasi dari lantai ubin atau
lantai keramik.
Untuk memperjelas gambaran unit rumah
di RW 8 diambil satu responden:
Nama
|
Ibnu Akbar
|
Alamat
|
RT3 RW 8, Kel. Morokrembangan, Kec.
Krembangan
|
Jumlah penghuni
|
2 orang (suami dan istri)
|
Tahun penghunian
|
1921 sebagai rumah keluarga dan pada
tahun 1958 dibagi warisdan disekat menjadi 4 bagian dan responden menempati
bagian depan
|
Kondisi bangunan
|
rumah tunggal, bangunan permanen,
dinding dari pasangan batu bata, atap genting, pondasi batu kali, lantai ubin
|
Harga rumah
|
sekitar Rp. 10 juta
|
Sampah
di RW 8 seperti umumnya yang terjadi di pemukiman nelayan, sampah yang
terkumpul adalah jenis sampah basah yang mudah mebusuk, sehingga menimbulkan
bau busuk dan sangat menggangu lingkungan. Penangan sampah dilakukan secara
periodik oleh petugas dari RW. Sampah dikumpul dan langsung dibakar di TPS
sehingga jadwal pembuangan sampah dari warga disesuaikan dengan jadwal
pembakaran atau pada saat container pengangkut sampah datang.Morokrembangan terdiri dari fasilitas
pendidikan, fasilitas peribadatan dan fasilitas olah raga. Seperti rumah
tinggal maupun fungsi bangunan lain seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, dan
sebagainya mayoritas berupa bangunan tunggal yang tidak bertingkat. Tipe-tipe
rumah tinggal maupun fungsi bangunan lain seperti kantor, sekolah, tempat
ibadah, dan sebagainya mayoritas berupa bangunan tunggal yang tidak bertingkat.
Fasilitas Pendidikan
|
Jumlah
|
Tipe bangunan
|
Fasilitas Peribadatan
|
Jumlah
|
|
TK
|
7
|
tidak
bertingkat
|
Masjid
|
16
|
|
SD
|
10
|
tidak
bertingkat
|
Mushala
|
26
|
|
SMTP
|
3
|
tidak
bertingkat
|
Gereja
|
3
|
|
SMTA
|
3
|
tidak
bertingkat
|
Wihara
|
1
|
|
Madrasah
|
1
|
tidak
bertingkat
|
|||
Sumber: Monografi Kel.Morokrembangan
2000
|
Prasarana perhubungan yang tersedia di
Kel. Morokrembangan adalah: Jalan 5 kelas jelan, jembatan 1 buah dan terminal 2
jenis pada 3 lokasi.
Untuk fasilitas ruang terbuka atau
pertamanan meliputi areal seluas 0,50 Ha yang tersebar pada 40 lokasi.
5.2 Kondisi Dan Jenis Kerusakan
Untuk
mendetailkan jenisi-jenis kerusakan bangunan yang dialami harus dilihat dari
bencana yang seringkali terjadi. Seperti yang terjadi di Rw 8 dan RW 7 bencana
yang sering terjadi adalah bencana banjir.
Pada tahun 1992 Pemda setempat memberi bantuan dana pada RW 8 yang
kemudian dimanfaatkan untuk meninggikan jalan-jalan di dalam kompleks. Akan
tetapi semenjak tahun 1998 kondisi di RW 8 mengalami banjir lagi. Hal ini
disebabkan karena prasarana pematusan di sekitar kawasan kondisinya buruk
terlebih lagi pintu air yang mengantur debit air di waduk yang lokasinya paling
dekat dengan kawasan tidak berfungsi lagi, sehingga bencana banjir merupakan
kejadian rutin yang dialami bagi warga setempat. Gambar 12 memperlihatkan
kondisi sarana pematusan yang berada di sekitar RW 8.
Disamping
itu talud-talud di sepanjang sisi sungai dan saluran drainase sudah banyak yang
retak dan apabila kerusakan ini dibiarkan akan sangat merugikan masyarakat
sekitarnya.
5.3 Adaptasi masyarakat
Seperti
yang telah diuraikan di depan bahwa kawasan di RW 8 secara rutin selalu
tergenang air 30 cm setiap bulannya karena air pasang. Kondisi ini bagi
masyarakat dianggap peristiwa yang rutin dan cara mengatasinya mereka menunggu
genangan air tersebut surut dengan sendirinya. Tindakan yang paling umum
dilakukan pada rumah mereka adalah meninggikan lantai bagi mereka yang mampu
sehingga lantai rumah lebih tinggi dari jalan lingkungan, atau mereka membuat
tanggul kecil di depan rumah mereka atau dibagian depan dari teras, seperti
pada Gambar 13.
Metodologi
perolehan data di lapangan yang akan digunakan sebagai basis penelitian dakmal
direncanakan menggunakan studi literatur, investarisasi data dan metoda
teknis-aplikatif yang diharapkan dapat menunjukkan kondisi eksisting. Tidak
semua data yang diharapkan dapat diperoleh dengan lengkap mengingat
keterbatasan waktu pelaksanaan survey dan kesiapan serta kelengkapan
dokumentasi pada instansi yang dituju.
Peta
geologi dan rupabumi yang telah diperoleh sebelumnya digunakan sebagai acuan
dasar untuk pembatasan wilayah studi. Peta-peta ini selanjutnya lebih
dimanfaatkan untuk bahasan lingkup geomorfologi, karena untuk bahasan kawasan
dan tipologi perlu dilakukan proses overlay beberapa peta sehingga dapat
diketahui luasan daerah pengaruh dari setiap variabel, misalnya luasan
penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan, dan kondisi
non-fisik. Data-data tersebut diperoleh dengan memanfaatkan data sekunder yang
diambil dari hasil studi yang pernah dilakukan, khususnya Studi Potensi Kawasan
Pesisir tahun 1996. Akan tetapi analisa data yang didapat masih berdasarkan
informasi pada kondisi tahun-tahun sebelumnya, seperti terlihat pada uraian
sebelumnya.
Untuk
pengkajian unit analisa yang lebih kecil yaitu satu unit kecamatan atau yang
lebih kecil, dipilih berdasarkan informasi di lapangan yang dipadukan dengan
kriteria-kriteria yang disepakati oleh Tim seperti homogenitas bangunan.
Kecamatan Krembangan dipilih sebagai unit analisa karena pada kawasan tersebut
akhir-akhir ini sering digenangi banjir, yang mana lokasinya juga berada di
kawasan pesisir dan mayoritas penggunaan lahannya adalah perumahan. Mekipun
banjir dapat digunakan sebagai indikasi awal terjadinya kenaikan muka air laut,
tetapi banjir yang terjadi di Kodya Surabaya atau khusunya di krembangan belum
dpat disimpulkan demikian. Hal ini terlihat dari sistem drainase yang ada
kondisinya kurang terawat sehingga dampaknya menyebar luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar